Bangunan Bersejarah di Kota Solo

Bangunan bersejarah yang berwujud material atau kebendaan sering disebut sebagai artefak (artefac). Artefak dapat dibedakan menjadi dua yaitu, Relik (relics) dan monumen (monument) (Sidharta dan Eko Budiharjo: 1989). Relik adalah artefak yang mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan monumen adalah artefak yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Bangunan bersejarah atau monumen yang biasanya terdapat di lapangan terbuka, sedangkan keberadaan relik biasanya terdapat di museum-musem.

Di Kota Surakarta setidaknya ada 9 kawasan yang perlu dilindungi yakni: Keraton Surakarta dan sekitarsnya, termasuk Pasar Kliwon dan Loji Wetan; Pura Mangkunegaran; Benteng Vastenburg termasuk juga Pasar Gede, Kepunton dan Balong; Kawasan Laweyan; Kawasan Taman Sriwedari dan sekitarnya termasuk Museum Radya Pustaka dan Stadion; Kawasan Banjarsari; Kawasan Balai Kambang; Kawasan Taman Tirtonadi dan Kawasan Taman Jurug (Kompas: 15 Januari 2007).

Bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Surakarta, sebagian adalah karya dari Herman Thomas Karsten yang merupakan salah satu arsistek terkemuka di Hindia belanda pada abad keduapuluh. Ia lahir di Amsterdam pada tahun 1884 dari keluarga terdidik. Ayahnya adalah seorang Profesor Ilmu Filsafat dan wakil ketua Chancellor di Universitas Amsterdam. Ia masuk di Universitas Thenische Hoogeschool di Delft, mengambil jurusan arsistek pada tahun 1904, dua tahun setelah Henry Maclaine Pont (pendiri Thenische Hoogeschool Bandung atau Institut Teknologi bandung sekarang). Selama masa studinya dia aktif dan progresif dalam perkumpulan mahasiswa sosial demokratis. Pada tahun pertamanya masuk universitas dia menjadi anggota STV (Social Technische Vereeninging van Democratische Ingenieurs en Architecten) sebuah kelompok mahasiswa teknik arsitektur berhaluan demokratis. Pada tahun 1908 Karsten menjadi anggota pengurus bagian perumahan dari organisasi yang memegang peranan penting dalam masalah perumahan dan perencanaan kota dimaksud.

Pada akhir tahun 1914 Thomas Karsten meninggalkan Belanda berangkat ke Indonesia atas undangan Maclaine Pont. Disinilah Karsten pertama kali memulai belajar arsistek dan tahun-tahun berikutnya banyak terlibat dalam perencanaan perumahan dan perkotaan. Pada tahun 1920-1930, Karsten mendapat tugas selaku penasihat perencanaan kota (adviseur gemeente). Dalam konsepnya ia terpengaruh atas konsep Garden City yang bersifat organik karya Ebenezer Howard. Konsep dari perencanaan kotanya selalu menuju tema bangunan perkotaan Inggris (campuran antara budaya Eropa atau Belanda dengan lokal atau Jawa). Karya-karyanya dapat dijumpai di beberapa kota di Indonesia seperti di Medan, Palembang, Padang, Banjarmasin, Semaranng, Bandung, Jakarta, Magelang, Malang, Bogor, Madiun, Cirebon, Jatinegara, Purwokerto, Yogyakarta dan Surakarta ( Yulianto Sunalya: 1993).

Keunggulan karya Thomas Karsten dari arsistek lain adalah kemampuannya dalam membangun pasar dimana dia selalu menempatkan perhatian penting pada kenyamanan pedagang, pencahayaan dan penerangan yang memanfaatkan sinar matahari. Karya Thomas Karsten selalu berusaha memadukan unsur lokal (budaya dan iklim setempat), mengutamakan akan perlunya ruangan terbuka ( Dwi Suci Lestari: 2007). Pengaturan ventilasi yang baik untuk mengurangi hawa panas dalam pasar, Karsten juga menggunakan pendekatan perilaku pasar, yakni cara menjajakan, menyimpan barang dan kewilayahan. Dia juga memperhatikan sistem kegiatan pedagang, yakni interaksinya dengan pembeli dan sesama pedagang ( Widya Widayanti: 2007).

Selain ahli dalam membuat pasar, Karsten juga membangun beberapa bangunan seperti Gedung SMN di Semarang, Pendopo Van Deventer School, Museum SonoBudoyo dan lain-lain yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia. Sedangkan karya Thomas Karsten di Surakarta antara lain:

1. Pasar Gede atau Pasar Hardjanagara dibangun pada tahun 1929, dan diresmikan pada tanggal 12 Januari 1930 pada masa pemerintahan Paku Buwono X. Dahulunya pasar ini bernama Pasar Candi karena di dekat pasar terdapat candi. Pasar ini adalah pasar satu-satunya di Indonesia yang berlantai dua yang menghabiskan dana 300 gulden.

2. Eks. Kantor DPU, yang berupa pavilion dua lantai. Terletak di Jalan Urip Sumoharjo di sebelah barat Pasar Gede.

3. Pendhapa dan Gapuro Mangkunegaran. Pada pembangunan pendhapa terdapat pencampuran arsistektur Barat dan Timur yang terlihat dari penambahan emper pendhapa dari besi yang berasal dari Belanda dan adanya kanopi yang berhias dekorasi motif-motif flora dari timur.

4. Pavilium Gusti Nurul-Pracimayasa, dibangun pada tahun 1923 pada masa pemerintahan Mangkunegaran VII.

5. Masjid Al Wustha di Mangkunegaran. Terletak di luar komplek Pura Mangkunegaran, dan dibangun pada masa pemerintahan Mangkunegaran VII. Keberadaannya sangat menonjol karena bentuk pagarnya yang khas.

6. Eks. Rumah Dinas Residen Surakarta. Bangunan ini merupakan bangunan satu-satunya dalam obyek jelajah, yang belum diketahui dasar referensinya yang menyatakan siapa arsisteknya. Namun bangunan ini terletak di bagian barat lingkungan Villapark atau taman yang berdasarkan referensinya Villapark (lingkungan Monumen 45 Banjarsari) dibangun pada saat Karsten menjadi konsultan perencanaan Kota Surakarta.

7. Villapark Banjarsari. Dibangun pada saat Thomas Karsten menjadi konsultan perencanaan Kota Surakarta. Lingkungan ini belum diketahui tahun berdirinya. Tepatnya berlokasi di sebelah utara Pasar Legi yang kini sudah banyak mengalami perubahan.

8. Stasiun Kereta Api Solo-Balapan. Bangunan ini belum diketahui kapan berdirinya, tapi diperkirakan pada masa pemerintahan Mangkunegaran VII. Terletak di Jl. Wolter Mongisidi No. 3.

9. Lapangan Manahan. Dibangun pada saat Thomas Karsten menjadi penasehat atau konsultan perencanaan Kota Surakarta. (Dwi Suci Lestari: 2007).

Banyaknya bangunan bersejarah karya Thomas Karsten yang ada di Surakarta memerlukan diadakannya konservasi (pemeliharaan) dan preservasi (pelestarian). Hal ini dilakukan karena semakin banyaknya bangunan tersebut terancam rusak, punah dan terkena penggusuran. Sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, dimana perlindungan terhadap Kota Surakarta tidak hanya pelestarian kota saja melainkan harus secara menyeluruh menyangkut sejarah, geografis, struktur serta seluruh kehidupan kota. Selain itu undang-undang ini juga berisikan mengenai bangunan bersejarah di mana ukuran temporal bangunan bersejarah itu sekurang-kurangnya berumur 50 tahun dan mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 😀

Sumber : Konservasi bangunan bersejarah oleh Sri asih dan Heri priyatmoko